katarbersinar.com – Jajanan pasar memang banyak macamnya, salah satunya yaitu lupis. Tidak hanya sekedar beras ketan yang direbus, lupis menjadi rasa nostalgia yang tidak pernah lekang oleh waktu.
Memiliki citarasa manis gurih yang khas, menjadikan lupis kerap kali menemani secangkir kopi ataupun secangkir teh untuk menjadi camilan suguhan.
Tidak hanya itu, pembuatannya yang agak memakan waktu membuat banyak orang lebih baik beli jadi daripada membuatnya sendiri di rumah.
Banyak gen Z yang kurang meminati jajanan pasar lupis, padahal rasanya sangatlah enak. Mungkin karena pengemasannya yang kurang menarik, membuat jajanan pasar yang satu ini tidak banyak dibeli anak muda.
Namun jangan salah, rasa yang menimbulkan nostalgia dari lupis bikinan lek Asih ini masih banyak diminati dari segala usia.
Rasa dari lupis milik lek Asih ini cenderung gurih dengan ketan yang kenyal. Untuk pembuatannya sendiri bisa memakan waktu lama.
Jajanan pasar ini asli resep dari Klaten dan dipelajari dari terdahulunya. Dan jajanan ini bisa dibeli di pasar Wedi Klaten ataupun jalan Kebonagung, Ceporan, Gantiwarno, Klaten.
Mulanya lek Asih akan mencuci beras ketan hingga bersih. Beras ketan yang digunakan sekitar ± 3 kg an, kemudian beras ketan direndam sekitar 4-5 jam bertujuan agar agak pulen dan empuk.
Setelah direndam, dicampurkan dengan Garam kasar sedikit dan Uyah bleng atau pengenyal seperti gelatin yang biasa digunakan juga untuk pembuatan kerupuk nasi.
Baru bisa dibungkus menggunakan daun pisang yang dibentuk seperti lontong tapi lebih gepeng dan di tali menggunakan besek bambu yang telah disuwir kecil untuk memudahkan menali.
Pastikan tidak ada yang bocor untuk menghindari beras ketan keluar dari daun pisang. Sebelum membungkus beras ketan, didihkan dulu air.
Rebus lupis selama 3 jam dengan menggunakan api besar, jangan lupa untuk sering-sering cek jangan sampai air nya habis.
“Biasane tak tinggal subuhan, geni ne cilik wae. Bar kui dijogo lek mu kae,” ucap lek Asih memberitahukan.
Lek Asih masih menggunakan kayu bakar dengan kompor yang terbuat dari tanah liat.
“Urup urupe tak obong nganggo godong garing karo kayu pang Pelem ngarepan kui,” lek Asih menambahkan.
Memang benar lek Asih masih menggunakan kayu bakar dan dedaunan kering yang didapatkan dari pohon di depan rumahnya.
Lek Asih biasanya sudah mulai buka di rumah dari pagi jam 6 dan mulai mangkal di jalan Ceporan, Gantiwarno, Klaten mulai jam 7 sampai setengah 8 sudah berangkat. Dan akan pulang saat sudah habis.
Namun juga menerima pesanan jika ada yang menginginkan dalam porsi yang agak besar.***
Cr: Veronika Wulandari